Terdapat dua jenis penyakit dalam diri
seorang manusia. Pertama adalah penyakit hati dan kedua adalah penyakit
badan. Keduanya disebutkan dalam Al-Qur’an.
Contoh-contoh ayat tentang penyakit syubhat
Dalam
Al-Qur’an, Allah Ta’ala banyak menyebutkan tentang kedua jenis penyakit
ini. Lalu, bagaimana cara membedakannya, penyakit manakah yang Allah
Ta’ala maksudkan dalam konteks ayat tertentu?
Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di rahimahullahu Ta’ala menjelaskan
bagaimanakah cara membedakan keduanya. Jika konteks sebuah ayat itu
berbicara tentang celaan kepada orang-orang munafik dan orang-orang yang
menyimpang dalam perkara agama, maka penyakit yang dimaksud adalah
penyakit syubhat dan keragu-raguan. Namun jika konteks ayat itu
menyebutkan tentang maksiat atau kecondongan hati untuk berbuat
maksiat, maka yang dimaksud adalah penyakit syahwat. (Lihat Al-Qawa’idul hisan, kaidah ke-33)
Adapun contoh penyakit syubhat dan
keragu-raguan adalah firman Allah Ta’ala tentang orang-orang yang
diseru untuk berhukum kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah namun mereka
berpaling. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ ؛ وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ ؛ أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
”Dan apabila mereka
dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili)
di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.
Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang
kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidak-datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah
(karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada
mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nuur [24]: 48-50)
Juga firman Allah Ta’ala tentang orang-orang munafik,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
“Di dalam hati mereka ada penyakit.” (QS. Al-Baqarah [2]: 10)
Yaitu, penyakit keraguan-raguan dan syubhat sehingga mereka menentang risalah yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian sebagai hukumannya, Allah pun menambahkan penyakit ke dalam hati mereka disebabkan oleh perbuatan mereka tersebut,
فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Lalu Allah tambah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah [2]: 10)
Semakna dengan ayat di atas adalah firman Allah Ta’ala,
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
“Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka
dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya
(yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (QS. At-Taubah [9]: 125)
Demikian juga dengan firman Allah Ta’ala,
لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ
“Agar
dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi
orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam
permusuhan yang sangat.” (QS. Al-Hajj [22]: 53)
Penyakit
jenis ini disebabkan oleh kurangnya ilmu agama, kurangnya keyakinan
dalam hati, dan kurangnya keinginan untuk meraih apa yang Allah Ta’ala
cintai dan apa yang Allah Ta’ala ridhai. Hati yang sehat adalah hati
yang mengenal kebenaran kemudian mengikutinya; juga mengenal kebatilan
kemudian menjauhinya.
Contoh-contoh ayat tentang penyakit syahwat
Adapun penyakit syahwat, maka Allah Ta’ala berfirman,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
”Hai
isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab [33]: 32)
Yang dimaksud penyakit dalam ayat tersebut adalah penyakit syahwat untuk berzina. (Lihat Zaadul Ma’aad, 4: 3)
Siapa
saja yang memiliki keinginan dan kecenderungan untuk berbuat maksiat,
maka ketahuilah bahwa di dalam dirinya terdapat penyakit syahwat. Karena
seandainya hatinya sehat, maka pasti dirinya akan condong untuk beramal
shalih, condong menuju ketakwaan dan kesucian jiwa. Sebagaimana yang
Allah Ta’ala sifatkan dalam firman-Nya,
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ ؛ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً
“Tetapi
Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan
itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka Itulah orang-orang yang mengikuti
jalan yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 7-8)
Manakah yang lebih berbahaya, penyakit hati atau penyakit badan?
Salah
satu bentuk penyakit hati yang melanda umat Islam saat ini adalah
penyakit kronis kesyirikan. Penyakit ini menyerang hati manusia, dimana
hati bergantung, cinta, takut, berharap, dan bertawakkal kepada selain
Allah Ta’ala. Penyakit ini sangat berbahaya, lebih berbahaya daripada
penyakit kanker yang paling ganas. Sehingga pada zaman sekarang ini, di
mana kesyirikan tersebar sampai ke pelosok-pelosok negeri, diiklankan di
koran-koran dan televisi, sebetulnya lebih dibutuhkan seorang “dokter”
yang mengobati penyakit ini dibandingkan dengan “dokter” yang mengobati
penyakit-penyakit badan.
Sungguh,
orang yang meninggal karena kanker dalam keadaan mengenal dan
mengamalkan tauhid serta menjauhi lawannya (yaitu syirik) itu lebih baik
dan mulia daripada orang sehat namun berbuat kesyirikan dan tidak
bertaubat sampai meninggal di hari tuanya. Lalu bagaimana lagi dengan
keadaan orang sakit yang berbuat kesyirikan sampai matinya?
Penyakit
yang menimpa badan dan jasad, penderitaan yang paling puncak adalah
sekedar kematian. Namun apabila penyakit tersebut menimpa agama
seseorang, di mana dia berbuat kesyirikan, maka ia akan terancam untuk
mendapatkan hukuman penderitaan yang abadi, yaitu kekal di neraka. Wal ‘iyadhu billah!
Dan
tidak ada obat untuk mencegah penyakit tersebut kecuali seseorang harus
mempelajari tauhid dan mengenal lawannya, yaitu syirik dengan segala
perinciannya. Jangan sampai karena kebodohan kita, kita terjerumus dalam
kesyirikan tanpa kita sadari. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ilmu
tauhid merupakan ilmu yang sangat penting, lebih penting daripada
kebutuhan kita terhadap makanan dan minuman untuk menjaga kesehatan
badan kita dari penyakit. Sebagaimana kata Imam Ahmad rahimahullahu Ta’ala,
“Kebutuhan
manusia terhadap ilmu itu melebihi kebutuhannya terhadap makan dan
minum. Yang demikian itu karena seseorang membutuhkan makanan dan
minuman sekali atau dua kali (dalam sehari). Adapun kebutuhannya
terhadap ilmu itu sebanyak tarikan nafasnya.” (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi syar’i, hal. 42)
0 komentar:
Posting Komentar