erbunuhnya Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu
tidak lepas dari konspirasi sisa-sisa kekuatan imperium Persia. Hal ini
tidak lepas dari runtuhnya kerajaan Persia
Hurmuzan dan Keislamannya
Awal
munculnya Hurmuzan ketika dia tertangkap pasukan Islam saat perang
tentara Persia. Kemudian dia ingin bertemu langsung dengan khalifah
Islam guna memperolah jaminan keamanan. Hurmuzan membayangkan untuk
bertemu Umar harus melewati penjaga-penjaga yang kuat dan
benteng-benteng yang kokoh. Namun dia begitu heran ketika bertemu Umar Radhiallahu ‘Anhu yang penuh kesederhanaan karena tanpa pengawalan dan benteng yang kokoh.
Setelah bertemu, maka terjadi dialog antara Umar dan Hurmuzan. Hurmuzan demikian ketakutan dan khawatir dibunuh Umar Radhiallahu ‘Anhu,
hingga dia meminta air. Hurmuzan tidak segera meminumnya karena
khawatir dibunuh sebelum minum, sehingga dia meminta jaminan agar bisa
minum. Ketika diberikan kesempatan minum, Hurmuzan justru membuang
minuman itu. Sehingga hampir membuat Umar Radhiallahu ‘Anhu
marah dan ingin membunuhnya. Namun dicegah oleh sahabat Anas bin Malik.
Akhirnya Hurmuzan menyatakan butuh keselamatan dari Umar . Pada
akhirnya Umar menyarankan Hurmuzan untuk masuk Islam, dan dia
menerimanya. Sehingga Hurmuzan bisa hidup tenang di tengah-tengah kaum
muslimin.
Dalam keadaan yang tenang
itu, muncul tragedi pembunuhan Umar di waktu shalat subuh sehingga
mengakhiri hidup Umar. Setelah peristiwa pembunuhan Umar, Abdurrahman
bin Abu Bakar meminta untuk mengecek sanjar (pisau) yang dipergunakan
oleh Abu Lu’luah saat membunuh Umar. Abdurrahan bin Abu Bakar
menjelaskan ciri-ciri sanjar tersebut secara terperinci, dan setelah
dicek sanjar itu, ternyata benar bahwa sanjar itu sesuai dengan
ciri-ciri yang telah disebutkan putra Abu Bakar itu. Dia kemudian
menjelaskan bahwa sehari sebelum peristiwa pembunuhan Umar, dia
memergoki Hurmuzan, Abu Lu’luah, dan Jufainah (Nasrani). Dan pada saat
itu sanjar terjatuh persis seperti ciri-ciri yang dipergunakan untuk
membunuh Umar. Setelah itu mereka bubar dan menghilang.
Setelah
memperoleh penjelasan itu, maka Ubaidullah bin Umar langsung berangkat
ke kerumah Hurmuzan dan langsung membunuhnya. Setelah itu dia mendatangi
Jufainah dan membunuhnya juga. Pasca pembunuhan Hurmuzan dan Jufainah
itu, para sahabat menghadapi problem besar antara mengqishash Ubaidullah
atau tidak. Ada yang berpendapat untuk membunuh, dan ada pula yang
ingin membiarkan dengan alasan kemanusiaan. Alasannya, apakah pantas
seorang anak dibunuh setelah ayahnya terbunuh kemarin. Amr bin Ash Radhiallahu ‘Anhu
menasehati Utsman, saat terpilih menjadi khalifah, menyarankan untuk
membiarkannya. Karena perkara ini terjadi sebelum kepemimpinannya.
Sehingga akhirnya Utsman membiarkannya, dan membayar diyat dan
membebaskan Ubaidullah.
Apa yang dilakukan oleh Utsman Radhiallahu ‘Anhu
dianggap memiliki dasar yang kuat. Kasus seperti Ubaidullah ini mirip
dengan apa yang menimpa Usamah bin Zaid yang pernah membunuh orang yang
sudah mengucapkan kalimat tauhid (Laa ilaha Illallah) ketika perang.
Saat itu, Usamah mengejar salah seorang pasukan musuh untuk dibunuh.
Ketika dekat, orang tu mengucapkan Laa ilaha Illlallah. Namun Usamah
tetap membunuhnya. Mendengar laporan itu, maka Nabi marah dan memanggil
Usamah bin Zaid. Ketika Usamah menyampaikan argumen bahwa orang itu
mengucapkan kalimat itu karena takut dibunuh. Maka Nabi Shallahhu ‘Alaihi Wasallam mengatakan “Apakah kamu telah membelah dadanya ?” Nabi Shallahhu ‘Alaihi Wasallam marah tetapi tidak mengqishash Usamah bin Zaid.
Inilah salah satu dasar khalifah Utsman tidak membunuh Ubaidullah karena Nabi Shallahhu ‘Alaihi Wasallam
juga tidak membunuh Usamah bin Zaid sebagaimana kasus di atas. Tidak
dipungkiri bahwa dendam terhadap Umar sangat jelas karena telah
menjatuhkan imperium Persia sehingga mendorong warga Persia untuk
melakukan balas dendam untuk membunuh Umar. Sementara apa yang dilakukan
oleh Ubaidullah didasarkan pada ganjaran yang pantas diterima oleh
pembunuh khalifah, dan sebagai seorang anak pantas untuk membunuh orang
tuanya.
0 komentar:
Posting Komentar